PENDAHULUAN
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah
negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif)
untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara
tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan
yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif,
banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu
negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak
mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak
dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua
warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di
sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota
parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara
tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri
secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum
sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari
sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan
sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik
apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada
masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur
tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
narapidana atau bekas narapidana).
PEMBAHASAN
Sejarah dan Perkembangan
Demokrasi
Isitilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad
ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah
ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi
sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak
negara.
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara
(umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara
yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Prinsip
semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika
fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap
hak-hak asasi manusia.
Demikian
pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan
berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel
(accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas
dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan
hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut .
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa
demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan
telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan
bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya. Membudaya
berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi
telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain,
demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari
kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi. Namun,
itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga
negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi.
Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai
perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan,
partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai
sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah
bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri,
nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
B.
Saran
Mewujudkan
budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara.
Yang paling utama, tentu saja, adalah: 1. Adanya niat untuk memahami
nilai-nilai demokrasi. 2. Mempraktekanya secara terus menerus, atau
membiasakannya. Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu
belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi
dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi,
kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak
mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari.
Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di
tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
NAMA : MEYDINA CHINTYA N.
NIM : 15101041
PRODI : MANAJEMEN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar