Sabtu, 19 Desember 2015

SUPERMASI DAN PENEGAKAN HUKUM

NAMA   :  NABILA BENNY
NIM       :  15101037
PRODI  :  MANAJEMEN

BAB I

PENDAHULUAN
Negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum (rule of law) bilamana superioritas hukum telah dijadikan sebagai aturan main (fair play) dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, terutama dalam memelihara ketertiban dan perlindungan terhadap hak-hak warganya.
Jhon Locke dalam karyanya “Second Tratise of Government”, telah mengisyaratkan tiga unsur minimal bagi suatu Negara hukum, sebagai berikut :
1. Adanya hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati hak asasinya dengan damai;
2. Adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa yang timbul di bidang pemerintahan;
3. Adanya badan yang tersedia diadakan untuk penyelesaian sengketa yang timbul di antara sesama anggota masyarakat. 

Dalam Negara hukum menurut Jhon Lockce, warga masyarakat/rakyat tidak lagi diperintah oleh seorang raja atau apapun namanya, akan tetapi diperintah berdasarkan hukum.Ide ini merupakan suatu isyarat bahwa bagi Negara hukum mutlak adanya penghormatan terhadap supremasi hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum 
Supremasi hukum dan penegakan hukum sudah menjadi masalah sentral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat.Masalah itu muncul oleh karena adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sen, dimana Negara mengklaim sebagai Negara hukum demokrasi (rechtsstaat democratie), sementara hukumnya compang camping dan penegakannya serampangan. Artinya supremasi hukum tidak dihormati dan penegakan hukum berjalan setengah hati dengan ibarat berada di persimpangan jalan panjang.


Banyak contoh kasus di negeri ini yang menarik dijadikan sampel berkenaan dengan supremasi hukum dan penegakan hukum, antara lain bagaimana ketiadaan penghormatan supremasi hukum terhadap skandal Senturi. Bagaimana skandal mafia pajak yang salah satu aktornya “Gayus” dengan menampilkan pentas sandiwara hukum, yang oleh publik ditontonnya sebagai proses penegakan hukum yang setengah hati. Belum lagi menguaknya kasus Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) yang diduga keras penuh rekayasa. 

Supremasi hukum dan penegakan hukum dua hal yang tidak terpisahkan, keduanya harus bersinergi untuk mewujudkan cita hukum, fungsi hukum dan tujuan hukum, yang sebesar-besarnya buat kemanfaatan, kebahagiaan dan kesejahtraan umat manusia yang bersendikan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. 

Abdul Manan (2009:189), menyatakan bahwa supremasi hukum merupakan doktrin sentral yang menjadi reason of existence hukum Eropa Barat. Secara embrio doktrin supremasi hukum sudah mulai berkembang sejak abad VII M. 

Lebih lanjut dikatakan bahwa term dan doktrin supremasi hukum telah dikenal sejak abad XI M, bahkan jauh sebelum itu pada abad VI M, Islam telah membawa misi reformasi besar untuk menegakkan supremasi hukum yang mengacu kepada upaya penciptaan kedamaian dan kesejahtraan yang mengantarkan manusia secara individu dan masyarakat sukses dan bahagia menjalani kehidupan dan selamat bahagia hidup di akhirat kelak (Abdul Manan,2009:190).

Penegakan supremasi hukum dalam suatu Negara dapat berjalan dengan beberapa prinsip antara lain :

1. Prinsip Negara Hukum 
2. Prinsip Konstitusi 


Prinsip Negara hukum mengajarkan bahwa komunikasi dan interaksi sosial yang terdiri dari berbagai elemen komunitas berinteraksi dan bertransaksi untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Bahwa tatanan kehidupan dan komunikasi antar individu dalam suatu komunitas mengacu kepada aturan main yang disepakati dan dipakai sebagai acuan dan referensi para pihak dalam melakukan hubungan dan perbuatan hukum. Tidak pihak yang merasa dizalimi atau menzalimi(Soetandyo,2002:448).

Atas dasar konsep tersebut, tidak ada kesemena-menaan yang dilakukan baik oleh penegak hukum maupun oleh pencari keadilan, sehingga melahirkan masyarakat sipil (civil society)di mana antar individu sebagai rakyat atau warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat di depan hukum (equality before the law). 


Prinsip konstitusi dalam suatu Negara hukum mengajarkan bahwa landasan dan referensi yang dijadikan pedoman dalam bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara adalah konstitusi,sehingga hak-hak warga negara dan hakmasasi manusia masing-masing warga Negara dijamin, terayomi dan terlindungi oleh konstitusi.

Prinsip tersebut di atas untuk perwujudannya diperlukan penegakan hukum, sehingga mutlak dilakukan langkah-langkah nyata enforscement, agar supremasi hukum bukan hanya symbol semata.

Penegakan hukum dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan danmenerapkan hukum serta melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts resolution)(Jimly asshiddiqie,2009:22).

Bahkan penegakan hukum dalam arti yang lebih luas lagi, termasuk kegiatan penegakan hukum yang mencakup segala aktivitas yang bermaksud agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subyek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya (Jimly,2008:22).

Dalam arti sempit, penegakan hukum menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi, melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat
kepolisian, kejaksaan, advokat dan badan-badan peradilan.

Sudikno Mertokusumo (2005:160), menyatakan bahwa untuk memfungsikan hukum secara nyata, maka harus dilakukan penegakan hukum, oleh karena dengan jalan itulah maka hukum menjadi kenyataan dan dalam kenyataan hukum harus mencerminkan kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan(gerechtigkeit).

Demi supremasi hukum, maka penegakan hukum tidak boleh ditawar-tawar. Namun dalam implementasinya tetap harus dengan cara-cara yang mencerminkan nilai-nilai kemanusian, oleh karena hukum itu sendiri harus difungsikan sebagai sarana memanusiakan manusia.Bukan justru dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bahkan perampasan hak asasi manusia. 

Wahyuddin Husein Hufron (2008:211), menyatakan bahwa sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah yang dapat menjamin kehidupan sosial masyarakat yang lebih berkesejahtraan, berkepastian dan berkeadilan.

Dari segi pendekatan akademik, dapat dikemukakan tiga konsep penegakan hukum sebagai berikut :

1. Total enforcement concept; 
2. Full enforcement concept; 
3. Actual enforcement concept. 


Konsep penegakan hukum yang bersifat total, menuntut agar semua nilai yang ada dibalik norma hukum turut ditegakkan tanpa kecuali. Konsep yang bersifat full yang menghendaki perlunya pembatasan dari konsep total dengan suatu hukum formil dalam 
rangka perlindungan kepentingan individual. Konsep penegakan hukum actual muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dan kurangnya peran serta masyarakat (Wahyuddin H Hufron,2008:212).

Bagaimana citra penegakan hukum di negeri ini?, pertanyaan tersebut dijawab bahwa semua mahfum dan bukan rahasia umum lagi penegakan hukum di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal harganya. Hal ini terindikasi berada pada titik nadir (Wahyuddin H Hufron, 2008:212).

Harkristuti. H (Wahyuddin,2008:212), menyatakan bahwa kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini ditengarai mendekati titik nadir, telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya, acap dipandang bersifat diskriminatif, inkonsisten, dan 
mengedepankan kepentingan kelompok tertentu.

Hikmahanto J (Dies Natalis ke 56 UI,2006), mengemukakan terdapat sekurang-kurangnya ada lima alasan mengapa hukum di Indonesia sulit ditegakkan atau dengan kata lain penegakan hukum di Indonesia sukar dilaksanakan, yaitu sebagai berikut : 

1. Aparat penegak hukum terkena sangkaan dan dakwaan korupsi atau suap; 
2. Mafia peradilan marak dituduhkan; 
3. Hukum seolah dapat dimainkan, dipelintirkan, bahkan hanya berpihak kepada mereka yang memiliki status sosial yang tinggi; 
4. Penegakan hukum lemah dan telah kehilangan kepercayaan masyarakat; 
5. Masyarakat apatis, mencemooh dan melakukan proses peradilan jalanan. 

Supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri ini harus berjalan terus menerus sepanjang jalan Negara hukum Indonesia yang telah digariskan dalam UUD Negara RI 1945. Fiat justitia et pereat mundus, meskipun dunia ini runtuh hukum tetap harus ditegakkan.

BAB III
PENUTUP 
Supremasi hukum dan penegakan hukum bagi suatu Negara yang memilih sebagai Negara hukum rechtsstaat/rule of law atau apapun istilahnya, merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar.Demikian pulalah halnya Indonesia. Sejak semula bangsa ini mendirikan Negara the founding fathers telah memilih menjadi suatu Negara hukum, maka konsekuensi dari pada itu hukum harus menjadi fondasi dalam tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Namun tidak berhenti sampai disitu saja, akan tetapi berkelanjutan dengan pembangunan elemen-elemen hukum dan peraturan perundang-undangan sebagai bangunan hukum yang dapat menaungi kepentingan segenap elemen bangsa dan dilakukan penegakan untuk menciptakan suasana yang kondusif dan memulihkan gangguan-gangguan yang timbul. 
Untuk itu semua, maka komitmen dari segenap elemen bangsa mutlak diperlukan untuk mendukung supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri ini, agar kita tidak menjadi bangsa yang mengingkari dan bahkan menghianati pilihannya sendiri untuk bernegara dalam sebuah Negara hukum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar