Minggu, 31 Januari 2016

WAJAH SUPERMASI HUKUM INDONESIA



WAJAH SUPREMASI HUKUM INDONESIA


Pengertian Supermasi Hukum
Kita sering mendengar istilah supremasi hukum dikehidupan sehari-hari. Istilah ini begitu hangat ketika membahas sebuah peristiwa hukum dan kehidupan bernegara, karena negara itu pada dasarnya adalah berdiri dari kerangka hukum. Supremasi hukum merupakan gabungan dari dua buah kata yaitu supremasi dan hukum. Supremasi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kekuasaan tertinggi (teratas), dan hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1 peraturan yang dibuat oleh penguasa ( pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat ( negara ). Menurut Soemintardjo dkk member definisi hukum adalah aturan-aturan hidup yang bersifat memaksa, pelanggaranmengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.Dari kedua pengertian tentang hukum diatas, menyatakan bahwa hukum itu intinya adalah peraturan. Jadi supremasi hukum pengertiannya adalah sebagai peraturan yang terturan yang tertinggi atau bisa juga diartikan menempatkan hukum sebagai hal/kebenaran tertinggi. Dalam hukum sendiri yang menyatakan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya, ini berarti hukum itu dapat dipaksakan tanpa terkecuali, walaupun itu badan pembentuk aturan hukum. Jika melakukan pelanggatan, maka hukum akan memberikan sanksi yang tegas dan nyata sesuai pelanggarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum memiliki kekuasaan tertinggi.

Wajah Supremasi Hukum Indonesia
        Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negri maupun luar negri. Penegakan hukum yang merupakan proses peradilan yang berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Dari kepolisian kita akan mendengar banyaknya kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap tersangka yang dilakukan oknum polisi pada saat proses penyidikan. Belum lagi perihal kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Institusi kejaksaan juga tidak luput dari cercaaan, dengan tidak bisa membuktikannya kesalahan seorang terdakwa di pengadilan, bahkan ada satu kasus dimana jaksa gagal melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum yang baik setelah surat dakwaannya dinyatakan tidak dapat diterima. Adanya surat dakwaan yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa tersebut telah menjalankan tugasnya dengan dengan tidak profesioanl dan bertanggung jawab. Ironisnya tidak diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena hampir sebagian besar tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan tanda tangan palsu. Akhirnya proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan) untuk diputus apakah terdakwa bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung tombak untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak luput juga dari cercaan masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat telah menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum. Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya isu mafia peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman tersebut. Institusi yang seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama pimppinan tertingginya sebagai salah satu mafia peradilan. Kasus – kasus tersebut menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya oleh masyarakat. Jika kita sudah tidak percaya lagi pada pengadilan, pada institusi mana lagi kita akan meminta keadilan di negri ini?
Mafia peradilan ternyata tidak hanya menyeret nama hakim semata, tetapi justru sudah merebak sampai pegawai-pegawainya. Panitera pengadilan yang tugasnya tidak memutus perkara ternyata juga tidak luput dari jerat mafia suap. Bahkan kasus suap ini telah menyeret beberapa nama sampai ke pengadilan. Ironisnya mafia ini juga sampai ke tangan para wakil rakyat yang ada di kursi pemerintahan. Sungguh ironis sekali kenyataan yang kita lihat sampai hari ini, yang semakin membuat bopeng wajah hukum Indonesia.Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya supremasi hukum di Indonesia. Hukum tidak lagi menjadi supremasi tertinggi sehingga hukum terkesan seperti pisau yang dipegang oleh orang-orang yang berkuasa saja, baik itu secara politis atau materi.

Masalah – Masalah Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia

Supremasi hukum Indonesia bukan berarti tidak mungkin menjadi ideal dan membaik, meskipun hukum sering diselewengkan oleh beberapa pihak yang seharusnya menegakkan hukum itu sendiri, tetapi supremasi hukum yang baik dan keadilan yang merupakan cita – cita kita bersama dapat kita tegakkan. Ada beberapa masalah mendasar dalam penegakan supremasi hukum Indonesia, seperti sistem peradilan yang dipandang kurang independen dan imparsial, belum memadainya perangkat hukum yang mencerminkan keadilan sosial, inkonsistensi dalam penegakan hukum, masih adanya intervensi terhadap hukum, lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat, rendahnya kontrol secara komprehensif terhadap hukum, belum meratanya tingkat keprofesionalan para penegakan hukum, belum meratanya keprofesionalan para penegakan hukum, dan proses pembentukan hukum yang lebih merupakan power game yangmengacu pada kepentingan the powerfull dari pada the needy. Masalah lainnya adalah masalah pelaksanaan hukum ( Law Enforcement ) yang dalam peneraannya justru melanggar hukum itu sendiri dan sering menindas HAM, seperti pembunuhan 1965 -1966, kasus penjarahan tokoterhadap warga tionghoa, kasus century, kasus berbagai tindakan KKN yang dilakukan mantan presiden RI Soeharto. Pada masa orde baru disebabkan karena rezim Soeharto mendominasi semua lembaga negara, termasuk lembaga penegak hukum dan tidak berlakunya “ rule of law” . Di era reformasi pun ternyata basih terlihat bayangan – bayangan dan kekuatan orde baru, buktinya KKN yang merajalela di pemerintahan dan bahkan terlihat membudaya, mengingat hampir seluruh lembaga negara terdapat kegiatan KKN. Selain itu masih adanya undang – undang yang tidak demokratik, yaitu pada rezim ORBA yang telah berhasil menetapkan berbagai aturan hukum yang bertentangan dengan nilai- nilai demokrasi, HAM dan keadilan. Salah satunya adalah pencabutan TAP MPR no.XXV/1966 yang diusulkan oleh Abudrahman Wahid yang saat itu menjabat presiden.Berbagai perihal tersebut adalah bentuk masalah – masalah dalam supremasi hukum, masih banyak masalah – masalah lain yang ada, bentuk diatas merupakan contoh atau bentuk utama dari masalah supremasi hukum yang berkeadilan.

Menegakkan Kembali Supremasi Hukum Indonesia

Setelah melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut maka tidak ada kata lain selain terus mengedepankan reformasi hukum yang telah digagas oleh bangsa ini. Kegiatan reformasi Hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan antara lain:

1.    Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
2.    Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas dan tidak memihak.
3.    Aparatur penegak hukum yang professional
4.    Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5.     Pemajuan dan perlindungan HAM
6.     Partisipasi public
7.     Mekanisme control yang efektif.

Pada dasarnya reformasi hukum harus menyentuh tiga komponen hukum yang disampaikan oleh Lawrence Friedman yang meliputi:
1. Struktur Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum merupakan pranata hukum yang menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum, lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2. Substansi Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu sendiri, artinya isi hukum tersebut harus merupakan sesuatu yang bertujuan untukmenciptakan keadilan dan dapat diterapkan dalam masyarakat.
3. Budaya Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran masyarakat dalam menaati hukum itu sendiri.
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain:
1. Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya manusianya yang berkualitas;
2. Perumusan kembali hukum yang berkeadilan;
3. Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum;
4. Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum;
5. Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum; dan
6. Penerapan konsep Good Governance.

Selain pencegahan, pengejaran dan pengusutan kasus-kasus korupsi, pemerintah harus terus berusaha mengejar aset dan memulihkan kerugian negara. Disamping itu, pemerintah juga harus tetap melanjutkan upaya serupa untuk mengatasi aksi terorisme dan bahaya lainnya yang dapat memecah belah keutuhan NKRI serta mencegah berkembangnya radikalisme dan juga meningkatkan pemberantasan segala kegiatan ilegal, mulai dari penebangan liar (illegal Logging), penangkapan ikan liar (illegal fishing) hingga penambangan liar (illegal mining), baik yang lokal maupun yang transnasional. Dari semua itu kiranya korupsi yang akan menjadi sebuah bahaya laten harus menjadi prioritas utama untuk diberantas. Melihat kenyataan, bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak akan mengalami kemajuan yang begitu pesat, tetapi kemajuan itu akan tetap ada. Hal ini terlihat dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan penegakkan hukum dengan didukung oleh aparat penegak hukum lainnya. Kasus mafia peradilan yang akhir-akhir ini banyak disorot masyarakat akan menjadikan penegak hukum lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Meskipun saat ini kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah. Keberanian lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi penegakan hukum. Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan menjadi hal yang mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya penegakan hukum selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati hukum. Akankah tahun 2012 ini penegakkan hukum menjadi lebih baik ? Jawabannya tergantung tindakan kita bersama kedepannya.

sumber:


NAMA    : NANDA AULIA PUTRI
NIM        : 15101030
PRODI    : MANEJEMEN




Tidak ada komentar:

Posting Komentar