Nama : Angelika Kristi Timotya
Nim : 15101036
Jurusan
: Manajemen
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Pancasila
yaitu merupakan dasar negara yang di jadikan pedoman dalam mengatur dan
menyelenggarakan pemerintahan negara, berdasarkan hal itu pancasila menjadi
sumber hukum dari segala sumber hukum positif yang berlaku di Indonesia. Nilai
– nilai Pancasila digali dari kehidupan masyarakat Indonesia yang menampung
semua aliran dan paham hidup masyarakat tersebut. Bangsa Indonesia memiliki
falsafah Pancasila sebagai jiwa, kepribadian, pandangan hidup dan dasar negara,
Pancasila mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat
dikembangkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia
sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakatnya, dalam hubungan
manusia dengan alamnya, hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar
kemajuan lahiriah dan kebahagian rohaniah. Pancasila menjadi sebuah sarana
untuk dapat mengembangkan bangsa sebagai sebuah falsafah hidup dan kepribadian
bangsa yang mengandung nilai,norma yang diyakini paling benar,tepat,adil,dan
bijaksana bagi masyarakat yang dijadikan pandangan hidup masyarakat. Pancasila
sebagai falsafah negara secara resmi sudah diterima sejak 18 Agustus 1945,
dengan ditetapkannya UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia. Sebagai
hukum dasar yang tertinggi, Pancasila seharusnya dilaksanakan dalam setiap
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, yang menjadi pembimbing kita dalam
mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa.
ANALISIS MASALAH
Ø Pengertian
Filsafat
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia : philo/philos/philen yang artinya
cinta/pencinta/mencintai. Jadi filsafat adalah cinta akan kebijakan atau
hakekat kebenaran. Berfilsafat artinya berfikir sedalam-dalamnya (merenung)
terhadap suatu metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal untuk mencari
hakikat sesuatu.
·
Pengertian Filsafat menurut D.Runes:
Ilmu
yang paling umum yang mengandung usaha untuk mencari kebijakan dan cinta akan
kebijakan. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,
filsafat sebagai pandangan hidup dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini
berarti bahwa Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan
pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam kehidupan berbangsa, bernegara bagi warga Negara Indonesia dimanapun
mereka berada.
Ø
Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila yang dibahas
secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya termuat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke empat. Melihat
dari beragamnya kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka
proses kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi
perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang
jelas yang mampu berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga ciri khas
bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama
bangsa, pergaulannya dengan bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa
Indonesia dari waktu kewaktu. Namun dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati
diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
termuat didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak berarti
pancasila telah merupakan kenyataan didalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila adalah pernyataan tentang jati diri bangsa Indonesia.
Ø
Filsafat Pancasila Asli
Pancasila
merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di
BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana
filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila
terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi,
sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
Ø
Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno
sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu
menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari
budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat
(Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal
dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno
tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
Ø
Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi.
Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat
disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga
menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah
asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir
Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat
Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W.
Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus
Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan
Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum
adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia
yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan
paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Filsafat Pancasila terutama
hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life,
Weltanschaung dan sebgainya) agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan
batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Ø Pandangan Filsafat Pancasila
Tentang Manusia
Pandangan filsafat Pancasila mengenai “siapa manusia itu”
terkandung di dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. “Adil” itu
menunjukkan pada manusia sebagai makluk individu, dan “beradab” menunjukan pada
manusia sebagai makhluk sosial. Dalam sila inilah pandangan Pancasila tentang
manusia terungkap secara khas dan jelas, yakni : manusia adalah makhluk
individu sekaligus makhluk sosial, yang di dalamnya terkandung pengakuan adanya
relasi saling-tergantung antar manusia.
Kehidupan bersama antar manusia yang saling tergantung
itu bisa terselenggara dan bisa lestari terselenggara, hanya apabila antaraksi
antar manusia itu bersifat saling-memberi.
Refleksi lanjutan dari antaraksi saling-memberi ialah
bahwa tugas hidup manusia adalah apriori memberi kepada lingkungan, termasuk
manusia lain. Untuk hidup, tiap fenomena termasuk manusia, dari dalam dirinya
sendiri merasa wajib memberi. Tujuan dari memberi ialah demi terpeliharanya
eksistensi yang diberi, lebih persis lagi : demi obyek yang diberi, agar ia
pada gilirannya selaku subyek mampu memberi sesuatu kepada obyek yang lain
lagi. Memberi demi kepentingan diri hakekatnya adalah meminta.
Saling memberi antar banyak subyek menghasilkan suatu
seluruhan yang nilainya lebih besar dari pada penjumlahan tiap berian dari tiap
subyek. Dengan demikian, memberi sesuatu itu tidak kehilangan sesuatu, karena
tiap subyek berkat perbuatannya memberi, dengan sendirinya mendapatkan berian
kembali dari seluruhan yang lainnya lebih tinggi dari apa yang ia berikan. Dua
atau banyak subyek yang saling-tergantung terpelihara eksistensinya oleh
seluruhan yang dibangun sendiri oleh para individu subyek melalui antaraksi
saling-memberi.
Ø
Pandangan Filsafat Pancasila Tentang
Masyarakat
Pengertian dasar mengenai masyarakat ialah kebersamaan
hidup antar dua sampai banyak manusia. Masyarakat bisa ada hanya apabila
antaraksi antar individu warganya saling-memberi. Saling-memberi antar warga
menghasilkan kebersamaan hidup. Kebersamaan hidup merupakan kepentingan keseluruhan
dari tiap individu warganya. Kepentingan individu warga terpenuhi oleh
kepentingan seluruhan masyarakat. Kondisi kebersamaan hidup yang demikian itu
dapat di angkat menjadi definisi: masyarakat adalah kebersamaan hidup antar
sejumlah orang yang terselenggara melalui antaraksi saling memberi. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, pada intinya
menegaskan persamaan hak dan kewajiban setiap orang secara gamplang mengandung
penjelasan konsep HAM yang digembor-gemborkan dunia Barat. Sementara sila
keempat Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, secara tegas menjelaskan konsep demokrasi. Tetapi,
demokrasi yang dimaksud di sini adalah demokrasi Pancasila yang berlandaskan
musyawarah dan mufakat, bukan ala Barat yang menekankan keunggulan mayoritas
atas minoritas. Sila keempat menjabarkan bahwa demokrasi Pancasila bukan
berlandaskan kerakyatan dengan mencari suara terbanyak saja. Asas kerakyatan
berhubungan erat dengan konsep HAM tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pikiran seperti yang diatur dalam UUD 1945 pasal 28. Di
samping itu, asas kerakyatan juga berhubungan dengan persamaan kedudukan
sosial, ekonomi, dan budaya di antara warga negara.
Ø
Pandangan Filsafat Pancasila Tentang
Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang
sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar”
tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti
merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang
lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala
anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya,
begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan
mahasiswa diajar oleh guru dan dosen. Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan
sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama,
mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada
masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang
diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan
dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat
dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa
pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi
juga transfer of value.
Ø Hubungan Filsafat
Pancasila dengan Manusia,Masyarakat dan Pendidikan
Pendidikan adalah usaha
sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutanuntuk mengembangkan
potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan
tujuan pendidikan.Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang
diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.Melihat pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa hubungan pendidikan dengan manusia itu sangat erat. Adanya
pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang lebih baik. Berbicara tentang
pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia.
Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan
masalah kependidikan.Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin
hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada; dan
karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang
manusiawi. Manusia merupakan subyek
pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek pendidikan itu sendiri.
Pendidikan tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa
mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana,
dan mengapa manusia dididik. Tanpa mengerti atas manusia, baik sifat-sifat
individualitasnya yang unik, maupun potensi-potensi yang justru akan dibina,
pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan
memperkosa kodrat manusia. Jadi, hubungan antara
filsafat, pendidikan dan manusia secara singkat adalah filsafat digunakan untuk
mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri
manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan
dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi keberadaan manusia.
PENUTUP
Kesimpulan
Pancasila
sebagai filsafat Negara maka patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi
semangat dalam berkarya pada segala bidang.Pancasila harus dipahami dengan
menggunakan penalaran rasional akal budi manusia. Pancasila juga harus dipahami
dengan pendekatan kritis, yakni tidak mudah percaya dengan klaim-klaim luhur
ataupun praktek-praktek naif yang
mengatas namakan Pancasila. Tafsiran atas nilai-nilai Pancasila pun harus runut
dan taat asas, sesuai dengan maksud dan tujuan adanya Pancasila itu sendiri.
Seperti segala sesuatu di bawah langit, Pancasila, dan tafsiran atasnya, yakni
sesuai dengan perkembangan jaman. Maka, nilai fleksibilitas, dalam tegangan
dengan keteguhan prinsip-prinsip dasar harus digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar