WAJAH
SUPREMASI HUKUM INDONESIA
Pengertian Supermasi Hukum
Kita
sering mendengar istilah supremasi hukum dikehidupan sehari-hari. Istilah ini
begitu hangat ketika membahas sebuah peristiwa hukum dan kehidupan bernegara,
karena negara itu pada dasarnya adalah berdiri dari kerangka hukum. Supremasi
hukum merupakan gabungan dari dua buah kata yaitu supremasi dan hukum.
Supremasi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kekuasaan tertinggi
(teratas), dan hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1 peraturan yang
dibuat oleh penguasa ( pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang di
suatu masyarakat ( negara ). Menurut Soemintardjo dkk member definisi hukum
adalah aturan-aturan hidup yang bersifat memaksa, pelanggaranmengakibatkan
sanksi yang tegas dan nyata.Dari kedua pengertian tentang hukum diatas,
menyatakan bahwa hukum itu intinya adalah peraturan. Jadi supremasi hukum
pengertiannya adalah sebagai peraturan yang terturan yang tertinggi atau bisa
juga diartikan menempatkan hukum sebagai hal/kebenaran tertinggi. Dalam hukum sendiri
yang menyatakan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya, ini berarti hukum itu
dapat dipaksakan tanpa terkecuali, walaupun itu badan pembentuk aturan hukum.
Jika melakukan pelanggatan, maka hukum akan memberikan sanksi yang tegas dan
nyata sesuai pelanggarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum
memiliki kekuasaan tertinggi.
Wajah
Supremasi Hukum Indonesia
Saat
ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya
keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh
hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk
mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia
tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik
dari dalam negri maupun luar negri. Penegakan hukum yang merupakan proses
peradilan yang berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan
berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan
hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah
yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau
perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Dari kepolisian kita akan mendengar
banyaknya kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap tersangka yang dilakukan
oknum polisi pada saat proses penyidikan. Belum lagi perihal kriminalisasi
terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Institusi kejaksaan juga tidak
luput dari cercaaan, dengan tidak bisa membuktikannya kesalahan seorang
terdakwa di pengadilan, bahkan ada satu kasus dimana jaksa gagal melaksanakan
tugasnya sebagai penegak hukum yang baik setelah surat dakwaannya dinyatakan
tidak dapat diterima. Adanya surat dakwaan yang tidak dapat diterima oleh
majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa tersebut telah menjalankan tugasnya
dengan dengan tidak profesioanl dan bertanggung jawab. Ironisnya tidak
diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena hampir sebagian besar
tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan tanda tangan palsu. Akhirnya
proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan) untuk diputus apakah terdakwa
bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung tombak
untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak luput juga dari cercaan
masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat telah
menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum.
Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya
isu mafia peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman
tersebut. Institusi yang seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama
pimppinan tertingginya sebagai salah satu mafia peradilan. Kasus – kasus
tersebut menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya
oleh masyarakat. Jika kita sudah tidak percaya lagi pada pengadilan, pada
institusi mana lagi kita akan meminta keadilan di negri ini?
Mafia
peradilan ternyata tidak hanya menyeret nama hakim semata, tetapi justru sudah
merebak sampai pegawai-pegawainya. Panitera pengadilan yang tugasnya tidak
memutus perkara ternyata juga tidak luput dari jerat mafia suap. Bahkan kasus
suap ini telah menyeret beberapa nama sampai ke pengadilan. Ironisnya mafia ini
juga sampai ke tangan para wakil rakyat yang ada di kursi pemerintahan. Sungguh
ironis sekali kenyataan yang kita lihat sampai hari ini, yang semakin membuat
bopeng wajah hukum Indonesia.Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya
supremasi hukum di Indonesia. Hukum tidak lagi menjadi supremasi tertinggi
sehingga hukum terkesan seperti pisau yang dipegang oleh orang-orang yang
berkuasa saja, baik itu secara politis atau materi.
Masalah
– Masalah Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia
Supremasi
hukum Indonesia bukan berarti tidak mungkin menjadi ideal dan membaik, meskipun
hukum sering diselewengkan oleh beberapa pihak yang seharusnya menegakkan hukum
itu sendiri, tetapi supremasi hukum yang baik dan keadilan yang merupakan cita
– cita kita bersama dapat kita tegakkan. Ada beberapa masalah mendasar dalam
penegakan supremasi hukum Indonesia, seperti sistem peradilan yang dipandang
kurang independen dan imparsial, belum memadainya perangkat hukum yang
mencerminkan keadilan sosial, inkonsistensi dalam penegakan hukum, masih adanya
intervensi terhadap hukum, lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat,
rendahnya kontrol secara komprehensif terhadap hukum, belum meratanya tingkat
keprofesionalan para penegakan hukum, belum meratanya keprofesionalan para
penegakan hukum, dan proses pembentukan hukum yang lebih merupakan power game
yangmengacu pada kepentingan the powerfull dari pada the needy. Masalah lainnya
adalah masalah pelaksanaan hukum ( Law Enforcement ) yang dalam peneraannya
justru melanggar hukum itu sendiri dan sering menindas HAM, seperti pembunuhan
1965 -1966, kasus penjarahan tokoterhadap warga tionghoa, kasus century, kasus
berbagai tindakan KKN yang dilakukan mantan presiden RI Soeharto. Pada masa
orde baru disebabkan karena rezim Soeharto mendominasi semua lembaga negara,
termasuk lembaga penegak hukum dan tidak berlakunya “ rule of law” . Di era
reformasi pun ternyata basih terlihat bayangan – bayangan dan kekuatan orde
baru, buktinya KKN yang merajalela di pemerintahan dan bahkan terlihat
membudaya, mengingat hampir seluruh lembaga negara terdapat kegiatan KKN.
Selain itu masih adanya undang – undang yang tidak demokratik, yaitu pada rezim
ORBA yang telah berhasil menetapkan berbagai aturan hukum yang bertentangan
dengan nilai- nilai demokrasi, HAM dan keadilan. Salah satunya adalah
pencabutan TAP MPR no.XXV/1966 yang diusulkan oleh Abudrahman Wahid yang saat
itu menjabat presiden.Berbagai perihal tersebut adalah bentuk masalah – masalah
dalam supremasi hukum, masih banyak masalah – masalah lain yang ada, bentuk
diatas merupakan contoh atau bentuk utama dari masalah supremasi hukum yang
berkeadilan.
Menegakkan
Kembali Supremasi Hukum Indonesia
Setelah
melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut maka tidak ada kata lain selain
terus mengedepankan reformasi hukum yang telah digagas oleh bangsa ini. Kegiatan
reformasi Hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang
berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan antara lain:
1. Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai
landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
2. Adanya lembaga pengadilan yang independen,
bebas dan tidak memihak.
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip
keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme control yang efektif.
Pada
dasarnya reformasi hukum harus menyentuh tiga komponen hukum yang disampaikan
oleh Lawrence Friedman yang meliputi:
1.
Struktur Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum merupakan pranata hukum
yang menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum,
lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2.
Substansi Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu sendiri, artinya isi hukum
tersebut harus merupakan sesuatu yang bertujuan untukmenciptakan keadilan dan
dapat diterapkan dalam masyarakat.
3.
Budaya Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme para penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran masyarakat dalam menaati hukum itu
sendiri.
Kiranya
dalam rangka melakukan reformasi hukum tersebut ada beberapa hal yang harus
dilakukan antara lain:
1.
Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber
daya manusianya yang berkualitas;
2.
Perumusan kembali hukum yang berkeadilan;
3.
Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran
hukum;
4.
Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum;
5.
Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum; dan
6.
Penerapan konsep Good Governance.
Selain
pencegahan, pengejaran dan pengusutan kasus-kasus korupsi, pemerintah harus
terus berusaha mengejar aset dan memulihkan kerugian negara. Disamping itu,
pemerintah juga harus tetap melanjutkan upaya serupa untuk mengatasi aksi
terorisme dan bahaya lainnya yang dapat memecah belah keutuhan NKRI serta
mencegah berkembangnya radikalisme dan juga meningkatkan pemberantasan segala
kegiatan ilegal, mulai dari penebangan liar (illegal Logging), penangkapan ikan
liar (illegal fishing) hingga penambangan liar (illegal mining), baik yang
lokal maupun yang transnasional. Dari semua itu kiranya korupsi yang akan
menjadi sebuah bahaya laten harus menjadi prioritas utama untuk diberantas.
Melihat kenyataan, bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak akan mengalami
kemajuan yang begitu pesat, tetapi kemajuan itu akan tetap ada. Hal ini
terlihat dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan penegakkan hukum dengan
didukung oleh aparat penegak hukum lainnya. Kasus mafia peradilan yang
akhir-akhir ini banyak disorot masyarakat akan menjadikan penegak hukum lebih
berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Meskipun saat ini kepercayaan
masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah. Keberanian
lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi penegakan hukum.
Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan menjadi hal yang
mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya penegakan hukum
selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati hukum. Akankah tahun 2012
ini penegakkan hukum menjadi lebih baik ? Jawabannya tergantung tindakan kita
bersama kedepannya.
sumber:
NAMA : NANDA AULIA PUTRI
NIM : 15101030
PRODI : MANEJEMEN