NIM : 15101015
Prodi : S1 Manajemen
Supremasi HUKUM
A. Terminologi dan Deskripsi tentang Supremasi Hukum
Istilah supremasi hukum, adalah merupakan rangkaian dari selingkuhan
kata supremasi dan kata hukum, yang bersumber dari terjemahan bahasa Inggeris
yakni kata supremacy dan kata law, menjadi “supremacy of law” atau biasa juga
disebut “law’s supremacy”.
Hornby.A.S (1974:869), mengemukakan bahwa secara etimologis,kata
“supremasi” yang berasal dari kata supremacy yang diambil dari akar kata sifat
supreme, yang berarti “Higest in degree or higest rank” artinya berada pada
tingkatan tertinggi atau peringkat tertinggi. Sedangkan supremacy berarti
“Higest of authority” artinya kekuasaan tertinggi.
Kata hukum diterjemahkan dari bahasa Inggeris dari kata “law”,
dari bahasa Belanda “recht” bahasa Perancis “droit” yang diartikan sebagai
aturan, peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang wajib ditaati.
Soetandyo Wignjosoebroto (2002:457), menyatakan bahwa secara
terminology supremasi hukum, merupakan upaya untuk menegakkan dan menempatkan
hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat
tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun termasuk oleh penyelenggara
Negara.
Menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi tanpa
adanya intervensi dari pihak eksternal dalam rangka melindungi seluruh lapisan
masyarakat,oleh Charles Hermawan disebutnya sebagai kiat untuk memposisikan
hukum agar berfungsi sebagai komando atau panglima(2003:1).
Abdul Manan (2009:188), menyatakan bahwa berdasarkan pengertian
secara terminologis supremasi hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
supremasi hukum adalah upaya atau kiat untuk menegakkan dan memosisikan hukum
pada tempat yang tertinggi dari segala-galanya, menjadikan hukum sebagai
komandan atau panglima untuk melindungi dan menjaga stabilitas kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Rumusan sederhana dapat diberikan bahwa supremasi hukum adalah
pengakuan dan penghormatan tentang superioritas hukum sebagai aturan main (rule
of the game)dalam seluruh aktifitas kehidupan berbangsa, bernegara,
berpemerintahan dan bermasyarakat yang dilakukan dengan jujur(fair play).
Pengertian sederhana tersebut, telah terhubungkan dengan idée
tentang teori kedaulatan hukum (rechtssovereiniteit). Hukum adalah kedaulatan
tertinggi dalam suatu Negara, karenanya yang memerintah sesungguhnya adalah
hukum, penyelenggara pemerintahan Negara hanya melaksanakan kehendak hukum,
sehingga dalam konteks demikian hukum sebagai komando dan panglima.
B. Deskripsi Penegakan Hukum
Apa yang diartikan orang selama ini sebagai penegakan hukum (law
enforcement) sepertinya hanya tertuju pada adanya tindakan represif dari aparat
penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap penindakan pelaku criminal.
Pemaknaan penegakan hukum secara demikian itu sangatlah sempit,
oleh karena kewenangan penegakan hukum hanya seakan menjadi tanggungjawab
aparat hukum semata, padahal tidak demikian halnya, oleh karena penegakan hukum
konteksnya luas, termasuk tanggungjawab setiap orang dewasa yang cakap sebagai
pribadi hukum (perzoonlijk) melekat kewajiban untuk menegakkan hukum.
Memang bagi orang awam, penegakan hukum semata dilihatnya sebagai
tindakan represif dari aparat hukum, tindakan di luar dari aparat hukum hanya
dipandangnya sebagai partisan hukum,misalnya tindakan informative terhadap
aparat hukum adanya peristiwa hukum atau gejala akan terjadinya peristiwa
hukum.
Sebenarnya penegakan hukum dalam konteks yang luas berada pada
ranah tindakan, perbuatan atau prilaku nyata atau faktual yang bersesuaian
dengan kaidah atau norma yang mengikat. Namun demikian, dalam upaya menjaga dan
memulihkan ketertiban dalam kehidupan sosial maka pemerintalah actor security.
Pada perspektif akademik,Purnadi Purbacaraka, menyatakan bahwa
penegakan hukum diartikan sebagai kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan
mengejewantah dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir,
untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup
(1977).
Soerjono Soekanto, dalam kaitan tersebut, menyatakan bahwa
sistem penegakan hukum yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai
dengan kaidah serta dengan prilaku nyata manusia (1983:13).
Liliana Tedjosaputro, menyatakan bahwa penegakan hukum tidak
hanya mencakup law enforcement tetapi juga peace maintenance, oleh karena
penegakan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah
dan pola prilaku nyata, yang bertujuanuntuk mencapai kedamaian dan keadilan
(2003:66).
Tugas utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan,
karenanya dengan penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana, 2003
: 66). Tanpa penegakan hukum, maka hukum tak ubahnya hanya merupakan rumusan
tekstual yang tidak bernyali, yang oleh Achmad Ali biasa disebut dengan hukum
yang mati.
Untuk membuat hukum menjadi hidup harus ada keterlibatan nyata
oleh manusia untuk merefleksikan hukum itu dalam sikap dan prilaku nyata yang
konkrit.Tanpa cara demikian maka hukum tertidur pulas dengan nyenyak yang
kemungkinannya hanya menghasilkan mimpi-mimpi.
Karena itu tidak ada cara lain agar hukum dapat ditegakkan maka
perlu pencerahan pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain adalah
sebuah pilihan keputusan, sehingga takkala salah memilih keputusan dalam sikap
dan prilaku konkrit, maka berpengaruh buruk terhadap penampakan hukum di rana
empiris.
C. Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum
Supremasi hukum dan penegakan hukum sudah menjadi masalah
sentral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan
bermasyarakat.Masalah itu muncul oleh karena adanya kesenjangan antara das
sollen dengan das sen, dimana Negara mengklaim sebagai Negara hukum demokrasi
(rechtsstaat democratie), sementara hukumnya compang camping dan penegakannya
serampangan. Artinya supremasi hukum tidak dihormati dan penegakan hukum
berjalan setengah hati dengan ibarat berada di persimpangan jalan panjang.
Banyak contoh kasus di negeri ini yang menarik dijadikan sampel
berkenaan dengan supremasi hukum dan penegakan hukum, antara lain bagaimana
ketiadaan penghormatan supremasi hukum terhadap skandal Senturi. Bagaimana
skandal mafia pajak yang salah satu aktornya “Gayus” dengan menampilkan pentas
sandiwara hukum, yang oleh publik ditontonnya sebagai proses penegakan hukum
yang setengah hati. Belum lagi menguaknya kasus Antasari Azhar (mantan Ketua
KPK) yang diduga keras penuh rekayasa.
Supremasi hukum dan penegakan hukum dua hal yang tidak
terpisahkan, keduanya harus bersinergi untuk mewujudkan cita hukum, fungsi
hukum dan tujuan hukum, yang sebesar-besarnya buat kemanfaatan, kebahagiaan dan
kesejahtraan umat manusia yang bersendikan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Abdul Manan (2009:189), menyatakan bahwa supremasi hukum
merupakan doktrin sentral yang menjadi reason of existence hukum Eropa Barat.
Secara embrio doktrin supremasi hukum sudah mulai berkembang sejak abad VII M.
Lebih lanjut dikatakan bahwa term dan doktrin supremasi hukum
telah dikenal sejak abad XI M, bahkan jauh sebelum itu pada abad VI M, Islam
telah membawa misi reformasi besar untuk menegakkan supremasi hukum yang
mengacu kepada upaya penciptaan kedamaian dan kesejahtraan yang mengantarkan
manusia secara individu dan masyarakat sukses dan bahagia menjalani kehidupan
dan selamat bahagia hidup di akhirat kelak (Abdul Manan,2009:190).
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar