Minggu, 17 Januari 2016

SUPREMASI HUKUM

SUPREMASI HUKUM
NAMA  :  UBAIDILLAH
NIM       :  15101052
PRODI  :  MANAJEMEN

I.                   PENDAHULUAN
Setiap manusia dilahirkan atas dasar persamaan hak dan kewajiban. Tidak ada pembeda manusia yang satu dengan yang lain. Semua sama meskipun dari suku yang berbeda. Semua mausia juga memiliki persamaan hak dalam berpendapat dan persamaan di mata hukum yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Semua sudah diatur sedemikian rupa dalam hukum tertulis mapun tidak tertulis. Akan tetapi, hak-hak kebebasan dan persamaan di mata hukum itu sendiri tidak pernah terwujud di Indonesia karena adanya penyalah gunaan wewenang dalam hukum. Oleh sebab itu, hak-hak tersebut yang dimiliki oleh setiap manusia tidak dapat disalahgunakan didalam kehidupan bermasyarakat karena akan menimbulkan suatu konflik atau kekacauan. Untuk menghindari hal-hal tersebut pemerintah sebagai pelaksana daripada pemerintahan serta pengatur, kiranya dipandang sangat perlu bilamana hak-hak tersebut diatur untuk menjaga kelangsungan dari suatu pemerintahan.
Hukum bukanlah tameng, perisai, senjata, benteng ataupun pelindung diri dari kesalahan tetapi hukum itu adalah merupakan tempat untuk mencari keadilan dan kebenaran dari perbuatan-perbuatan orang yang telah merugikan orang lain dan negara. Padahal, di dalam UUD 1945 telah dinyatakan dengan tegas bahwa, Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstat) bukan Negara Kekuasaan (Machtsstat). Negara Hukum adalah suatu negara yang dalam berkehidupan bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat, selalu mengacu kepada hukum yang berlaku sebagai pedomannya.
II.                PEMBAHASAN
Supremasi berasal dari bahasa Inggris “supreme” yang berarti “highest in degree”, yang dapat diterjemahkan “mempunyai derajat tinggi”. Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hukum harus berada di tempat yang paling tinggi, hukum juga dapat mengatasi kekuasaan lain termasuk kekuasaan politik. Dengan kata lain, negara yang dapat dikatakan telah mewujudkan Supremasi Hukum adalah negara yang sudah mampu menempatkan hukum sebagai panglima, bukannya hukum yang hanya menjadi “pengikut setia kekuasaan” dan kepentingan politik tertentu yang jauh dari kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, dalam penegakkan Supremasi Hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(1) Hukum harus dapat berperan sebagai panglima. Ini berarti dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat Law Enforcement harus dapat diwujudkan dalam Law Enforcement ini tidak ada kamus kebal hukum.
(2) Hukum harus dapat berfungsi sebagai Center Of Action. Semua perbuatan hukum, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun individu harus dapat dikembalikan kepada hukum yang berlaku. Hukum harus mampu berperan sebagai sentral, bukan hanya sebagai instrumental yang fungsinya melegitimasi semua kebijakan pemerintah.
(3) Berlakunya asas semua orang didepan hukum (Equalty Before The Law). Untuk menegakkan Supremasi Hukum dengan ciri-ciri tersebut diperlukan pilar-pilar penyangganya. Semakin kokoh pilar-pilar ini semakin tegak Supremasi Hukum, dan sebaliknya semakin lemah pilar-pilar tersebut semakin rapuh Supremasi Hukum. (F. Sugeng Istanto)
Istilah supremasi hukum juga dikenal dengan istilah “the rule of law” yang diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Hukum harus mempunyai kekuasaan tertinggi demi kepentingan manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya manusia tidak boleh diperbudak oleh hukum. “Governance not by man but by law” berarti bahwa tindakan-tindakan resmi (pemerintah) pada tingkat teratas sekalipun harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum. (Sudikno Mertokusumo)
Jadi, supremasi hukum atau rule of law merupakan konsep yang menjadi tanggungjawab ahli hukum untuk melaksanakan dan yang harus dikerjakan tidak hanya melindungi dan mengembangkan hak-hak perdata dan politik perorangan dalam masyarakat bebas, tetapi untuk menyelenggarakan dan membina kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, dan kultural yang dapat mewujudkan aspirasi rakyat. Supremasi hukum atau Rule of law dimaksudkan bahwa hukumlah yang berkuasa. Pengekangan kekuasaan oleh hukum merupakan unsur esensial yang kebal terhadap kecaman. (Muchsan)


III.               PENUTUP

“The rule of law” yang diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Tapi kenyataannya dalam kasus-kasus penegakan hukum di Indonesia, hukum hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. Hukum dijadikan sebagai benteng bagi para penguasa dalam melakukan tindak criminal. Belum adanya kepastian hukum yang menjamin adanya keadilan dan kesetaraan hukum bagi semua warga Negara Indonesia.

IV.               DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar