Minggu, 17 Januari 2016

Supremasi Hukum - Elsha Diyana Putri

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Hukum bukanlah tameng, perisai, senjata, benteng ataupun pelindung diri dari kesalahan tetapi hukum itu adalah merupakan tempat untuk mencari keadilan dan kebenaran dari perbuatan-perbuatan orang yang telah merugikan orang lain dan negara. Padahal, di dalam UUD 1945 telah dinyatakan dengan tegas bahwa, Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstat) bukan Negara Kekuasaan (Machtsstat). Negara Hukum adalah suatu negara yang dalam berkehidupan bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat, selalu mengacu kepada hukum yang berlaku sebagai pedomannya.
Oleh karena itu, fungsi dari hukum adalah untuk mengatur hubungan antara negara atau masyarakat dengan warganya dan hubungan antar manusia, agar supaya kehidupan di dalam masyarakat berjalan dengan lancar dan tertib. Serta, fungsi hukum adalah melindungi kepentingan manusia atau masyarakat, karena dimana-mana bahaya selalu mengancamnya sejak dulu sampai sekarang, baik secara makro maupun secara mikro.

1.2 Perumusan Masalah
  1.  Apakah hukum di Indonesia bisa memberikan keadilan bagi semua rakyat Indonesia?
  2. Bagaimana peran warga Negara dalam menegakkan supremasi hukum Negara Indonesia?
  3.  Usaha seperti apa yang harus dilakuakan demi terciptanya keadilan dimata hukum?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah:
1.     Dapat mendefinisikan keadilan hukum di Indonesia.
2.    Menjelaskan peran, hak dan kewajiban warga Negara dalam penegakan supremasi hukum di        Indonesia
3.    Menjelaskan usaha-usaha seperti apa yang dapat dilakukan warga Negara dalam terciptanya        keadilan dimata hukum.



BAB II
PEMBAHASAN ( ANALISIS MASALAH )

2.1 SUPREMASI HUKUM
Supremasi berasal dari bahasa Inggris supreme yang berarti highest in degree, yang dapat diterjemahkan mempunyai derajat tinggi. Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hukum harus berada di tempat yang paling tinggi, hukum juga dapat mengatasi kekuasaan lain termasuk kekuasaan politik. Dengan kata lain, negara yang dapat dikatakan telah mewujudkan Supremasi Hukum adalah negara yang sudah mampu menempatkan hukum sebagai panglima, bukannya hukum yang hanya menjadi pengikut setia kekuasaan dan kepentingan politik tertentu yang jauh dari kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, dalam penegakkan Supremasi Hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(1) Hukum harus dapat berperan sebagai panglima. Ini berarti dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat Law Enforcement harus dapat diwujudkan dalam Law Enforcement ini tidak ada kamus kebal hukum.
(2) Hukum harus dapat berfungsi sebagai Center Of Action. Semua perbuatan hukum, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun individu harus dapat dikembalikan kepada hukum yang berlaku. Hukum harus mampu berperan sebagai sentral, bukan hanya sebagai instrumental yang fungsinya melegitimasi semua kebijakan pemerintah.
(3) Berlakunya asas semua orang didepan hukum (Equalty Before The Law). Untuk menegakkan Supremasi Hukum dengan ciri-ciri tersebut diperlukan pilar-pilar penyangganya. Semakin kokoh pilar-pilar ini semakin tegak Supremasi Hukum, dan sebaliknya semakin lemah pilar-pilar tersebut semakin rapuh Supremasi Hukum. (F. Sugeng Istanto)
Istilah supremasi hukum juga dikenal dengan istilah the rule of law yang diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Hukum harus mempunyai kekuasaan tertinggi demi kepentingan manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya manusia tidak boleh diperbudak oleh hukum. Governance not by man but by law berarti bahwa tindakan-tindakan resmi (pemerintah) pada tingkat teratas sekalipun harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum. (Sudikno Mertokusumo)




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
The rule of law yang diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Tapi kenyataannya dalam kasus-kasus penegakan hukum di Indonesia, hukum hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. Hukum dijadikan sebagai benteng bagi para penguasa dalam melakukan tindak criminal. Belum adanya kepastian hukum yang menjamin adanya keadilan dan kesetaraan hukum bagi semua warga Negara Indonesia.

3.2 Saran
Dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia, perlu adanya tatanan hukum yang baik guna menegakkan hukum demi keadilan dan kesetaraan di mata hukum sesuai dengan undang-undang. Bukan hanya peraturan yang tertulis, tetapi juga perlu adanya tindakan yang real dari pemerintah demi menegakkan hukum untuk terwujudnya keadilan bagi semua warga. Tidak hanya pemerintah, sebagai warga Negara Indonesia, baik masyarakat, mahasiswa, harus bersatu dan mensosialisasikan penegakan hukum serta sebagai control terhadap pemerintah demi terwujudnya keadilan. Hukum di buat untuk di taati jadi, sudah sepantasnya menjadikan hukum sebagai sesuatu yang dijadikan norma dalam bertindak.

Sumbernya :
 https://oziadisaputra.wordpress.com/tag/supremasi-hukum/

Nama : Elsha Diyana Putri
NIM : 15101005
Prodi/Jurusan : Fakultas Ekonomi Bisnis ( Manajemen )
                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar