KONSITITUSI
1.1
Latar Belakang
Tujuan Penulisan,
adalah juga sebagai media sarana bagi saya pribadi serta rekan-rekan mahasiswa
lain untuk lebih mengenal kembali sendi kehidupan sebagai warga negara serta
sistem-sistem pemerintahan di Indonesia. ini saya sampaika lampirkan dalam blogpribadi saya agar rekan-rekan mahasiswa dapat membaca dapat
mengambil nilai-nilai positif
1.2 Rumusan Masalah
membahas mengenai Pengertian
Undang Undang Dasar, Konstitusi dan Konvensi. Pengertian konstitusi,, tetapi ada juga yang menyamakan
dengan pengertian UUD. Bagi para sarjana ilmu politik istilah constitutin
merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-perturan
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar tertulis yang menjadi dasar semua
undang-undang dan peraturan lain dalam suatu negara yang mengatur bentuk,
sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, wewenang badan-badan
pemerintahan,dll.
Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu konstitusi adalah hukum dasar tertulis
dan tidak ter tulis sedangkan UUD adalah hukum dasar tertulis. UUD memiliki
sifat mengikat oleh karenanya makin elastik sifatnya aturan itu makin baik,
konstitusi menyangkut cara suatu pemeritahan diselenggarakan.
Selanjutnya, pada pembahasan ke-dua,
saya membahas mengenai Sistem Pemerintahan di Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen UUD 1945. Dalam perkembangan sistem
pemerintahan di Indonesia, banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi. Baik
dari segi lembaga eksekutif hingga lembaga legislatif. Menurut sejarah, sistem
pemerintahan di Indonesia telah mengalami beberapa amandemen. Mulai dari sistem
serikat sampai dengan demokrasi kerakyatan.
Perubahan setelah Amandemen UUD 1945
sangat signifikan dan terjadi secara menyeluruh di Sistem Pemerintahan di
Indonesia. Mulai dari MPR, DPR, Presiden, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung,
hingga BPK. Perubahan terjadi pada wewenang serta cara pengangkatan atau
pemilihan badan-badang eksekutif dan legislatif tersebut. paradigma pembangunan, baik dari segi
Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Hukum, Ketahanan dan Keamanan, serta
Pembangunan Umat Beragama. Dalam kehidupan bermasayarakat, beragama dan
bernegara, Pancasila sebagai paradigma,
artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka
acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa
Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Pada pembahasan selanjutnya, saya
membahas mengenai Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara sebagai Wawassan Nasional Bangsa Indonesia merupakan
ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan
dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita – cita dan tujuan
nasional. Dengan demikian, Wawasan Nusantara menjadi landasan Visional dalam
menyelenggarakan kehidupan Nasional.
Selanjutnya, saya membahas mengenai
Pengertian dan Tujuan Geopolitik dan Geostrategi di Indonesia. Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri, lingkungan, yang berwujud Negara kepulauan berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.
Otonomi daerah dan Tujuannya menjadi
pokok bahasan ke-enam dalam makalah saya ini. Tujuan otonomi daerah kerap menjadi pembicaraan dan bahan diskusi yang
menarik bahkan hingga saat ini setelah konsepsi otonomi daerah itu
diselenggarakan di Indonesia. Mungkin inilah akibat belum tercapainya tujuan
otonomi daerah itu sendiri sesuai dengan gagasan awal pelaksanaannya atau
mungkin lemahnya indikasi akan tercapainya tujuan otonomi daerah dengan melihat
realitas pelaksanaan otonomi daerah dengan berbagai macam ekses yang telah
ditimbulkannya. Hal ini dikarenakan pembicaraan mengenai tujuan otonomi daerah
selalu dibarengi dengan harapan untuk mewujudkannya.
PEMBAHASAN
BAB II.1 PENGERTIAN KONSTITUSI
Konstitusi
atau Undang-undang Dasar dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan
hukum bentukan pada pemerintahan biasanya sebagai dokumen
tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya
menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan
lainnya. Konstitusi umumnya
merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi
dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan
negara.
Menurut
pakar lain, konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti
membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan
suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sehingga konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara, dengan
demikian suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai
sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yaitu negara.
Bertolak dari konsepsi tersebut, maka secara umum istilah konsitusi
menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa
kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah negara.
Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis dan yang tidak tertulis.
Pengertian konstitusi, dalam prakteknya dapat berarti lebih luas daripada
pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan
pengertian Undang-Undang Dasar Istilah
konvensi berasal dari bahasa Inggris convention. Secara akademis seringkali
istilah convention digabungkan dengan perkataan constitution atau contitusional
seperti convention of the constitution. Dicey seorang sarjana Inggris yang
mula-mula mempergunakan istilah konvensi sebagai ketentuan ketatanegaraan,
menyatakan bahwa Hukum Tata Negara (Constitutional Law) terdiri atas dua
bagian, yaitu:Hukum Konstitusi (The Law of The Constitution)
yang terdiri dari :
a)
Undang-undang tentang Hukum Tata Negara (Statuta
Law)
b)
Common Law, yang berasal dari
keputusan-keputusan Hakim (judge-made maxims) dan ketentuan-ketentuan dari
kebiasaan serta adat temurun (tradisional)
Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa konvensi itu berkembang
karena kebutuhan dalam praktek penyelenggaraan Negara. Penyelenggara Negara itu
adalah alat-alat perlengkapan Negara atau lembaga-lembaga Negara. Dalam UUD
1945 sudah cukup jelas ketentuan-ketentuan yang mengatur lembaga-lembaga
Negara. Berikut ini akan dibahas tentang konvensi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia.
BAB II. 2. SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
Dalam
perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia, banyak sekali perubahan-perubahan
yang terjadi. Baik dari segi lembaga eksekutif hingga lembaga legislatif.
Menurut sejarah, sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami beberapa
amandemen. Mulai dari sistem serikat sampai dengan demokrasi kerakyatan.
Amandemen
yang dimaksud adalah amandemen dengan dasar yang sama yaitu UUD 1945, dimana
UUD 1945 telah dirubah sejak pertama kali dibuat oleh pendiri republik ini.
Perubahan tersebut dapat kita cermati tertuang dalam Buku UUD 1945 dimana
didalamnya terdapat pasal-pasal yang dibelakangnya terdapat tanda bintang.
Jumlah bintang tersebut adalah jumlah amandemen di pasal tersebut. Berikut ini
adalah perbandingan antara Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen.
A. Sistem
Pemerintahan Indonesia Sebelum di Amandemen
Sistem Pemerintahan Negara
Indonesia Berdasar UUD 1945 sebelum Diamandemen tertuang dalam penjelesan UUD
1945 yang membahas 7 kunci pokok sistem pemerintahan negara Indonesia, yaitu :
·
Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum
(rechtsstaat)
·
Sistem Konstitusinal.
·
Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
·
Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara
yang tertinggi di bawah MPR.
·
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
·
Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan
tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
·
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan
7 kunci pokok diatas, Indonesia pada masa dahulu menganut sistem pemerintahan
Presidensial menurut UUD 1945. Sistem pemerintahan tersebut dijalankan dimasa
kekuasaan Presiden Suharto. Dimana presiden pada waktu itu memegang peranan
yang amat besar dalam pemerintahan.
Pada masa
tersebut, Presiden memiliki beberapa wewenang. Berikut Wewenang Presiden
Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Amandemen :
·
Pemegang kekuasaan legislative.
·
Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.
·
Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
·
Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
B. Sistem
Pemerintahan Indonesia Sesudah di Amandemen
Setelah
terjadi amandemen, Sistem Pemerintahan Indonesia mengalami perubahan
pokok-pokok kunci pemerintahan, yaitu :
·
Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi
yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa prvinsi.
·
Bentuk pemerintahan adalah Republik.
·
Sistem pemerintahan adalah presidensial.
·
Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan.
·
Kabinet atau menteri diangkat leh presiden dan bertanggung
jawab kepada presiden.
·
Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR
dan DPD.
·
Kekuasaan yudikatif dijalankan leh mahkamah
agung dan badan peradilan
Dengan
demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indnesia.
Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama.
Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung,
sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang
lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Perbedaan
Sistem Pemerintahan Sebelum dan Sesudah Amandemen
Dalam
sejarah indonesia, sudah beberapa kali pemerintah melakukan amandemen pada UUD
1945. Hal ini tentu saja dilakukan untuk menyesuaikan undang-undang dengan
perkembangan zaman dan memperbaikinya sehingga dapat menjadi dasar hukum yang
baik. Dalam proses tersebut, terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan
sebelum dilakukan amandemen dan setelah dilakukan amandemen. Perbedaan tersebut
adalah:
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum dilakukan amandemen,
MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana
sepenuhnya kedaulatan rakyat.
WEWENANG MPR
Sebelum Amandemen :
·
Membuat putusan-putusan yang tidak dapat
dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar
Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
·
Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran
terhadap putusan-putusan Majelis.
·
Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya
mengangkat Presiden Wakil Presiden.
·
Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/
Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai
pertanggungjawaban tersebut.
·
Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris
sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
·
Mengubah undang-Undang Dasar.
·
Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
·
Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari
dan oleh anggota.
·
Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota
yang melanggar sumpah/janji anggota.
·
Setelah amandemen, MPR berkedudukan sebagai
lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti
Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
WEWENANG MPR
Setelah Amandemen :
·
Menghilangkan supremasi kewenangannya
·
Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN
·
Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden
(karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu)
·
Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
·
Melantik presiden dan/atau wakil presiden
·
Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya
·
Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang
diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden
·
Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu sebelumnya sampai
berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersamaan.
·
MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk
menetapkan GBHN
2. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
Sebelum Amandemen :
Presiden tidak dapat
membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan
umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak
bertanggung jawab kepada DPR.
WEWENANG DPR Sebelum Amandemen
:
·
Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
·
Memberikan persetujuan atas PERPU.
·
Memberikan persetujuan atas Anggaran.
·
Setelah Amandemen
·
Setelah amandemen, Kedudukan DPR diperkuat
sebagai lembaga legislatif dan fungsi serta wewenangnya lebih diperjelas
seperti adanya peran DPR dalam pemberhentian presiden, persetujuan DPR atas
beberapa kebijakan presiden, dan lain sebagainya.
WEWENANG DPR
Setelah Amandemen
·
Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
·
Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
·
Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan
DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam
pembahasan
·
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD
·
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU,
APBN, serta kebijakan pemerintah
3. PRESIDEN
SEBELUM AMANDEMEN
Presiden selain memegang
kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative
(legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power). Presiden
mempunyai hak prerogatif yang sangat besar. Tidak ada aturan mengenai batasan
periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian
presiden dalam masa jabatannya, sehingga presiden bisa menjabat seumur hidup.
WEWENANG Presiden sebelum
Amandemen :
·
Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK.
·
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
·
Menetapkan Peraturan Pemerintah
·
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
PEMILIHAN
Presiden dan Wakil Presiden
diangkat dan diberhentikan oleh MPR.
SETELAH
AMANDEMEN
Kedudukan presiden sebagai
kepala negara, kepala pemerintahan dan berwenang membentuk Undang-Undang dengan
persetujuan DPR. Masa jabatan presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih
kembali selama satu periode.
WEWENANG Presiden setelah
Amandemen :
·
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
·
Presiden tidak lagi mengangkat BPK, tetapi
diangkat oleh DPR dengan memperhatikan DPD lalu diresmikan oleh presiden.
·
4.
MAHKAMAH KONSTITUSI
SEBELUM AMANDEMEN :
Mahkamah konstitusi berdiri
setelah amandemen
SETELAH AMANDEMEN :
WEWENANG
·
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
·
Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut UUD 1945.
PEMILIHAN KETUA MAHKAMAH
KONSTITUSI
Ketua Mahkamah Konstitusi
dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan
Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena
masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk
masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir
sebelum waktunya (hanya 2 tahun). Ketua MK yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H.. Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran
17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah
Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.
Jimly terpilih lagi sebagai
ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada 18 Agustus 2006 dan disumpah pada 22
Agustus 2006. Pada 19 Agustus 2008, Hakim Konstitusi yang baru diangkat
melakukan voting tertutup untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua MK masa bakti
2008-2011 dan menghasilkan Mohammad Mahfud MD sebagai ketua serta Abdul Mukthie
Fadjar sebagai wakil ketua.
HAKIM KONSTITUSI
Mahkamah Konstitusi mempunyai
9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan
masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5
tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Hakim Konstitusi periode
2003-2008 adalah:
1.
Jimly Asshiddiqie
2.
Mohammad Laica Marzuki
3.
Abdul Mukthie Fadjar
4.
Achmad Roestandi
5.
H. A. S. Natabaya
6.
Harjono
7.
I Dewa Gede Palguna
8.
Maruarar Siahaan
9.
Soedarsono
Hakim Konstitusi periode
2008-2013 adalah:
1.
Jimly Asshiddiqie, kemudian mengundurkan diri
dan digantikan oleh Harjono
2.
Maria Farida Indrati
3.
Maruarar Siahaan
4.
Abdul Mukthie Fajar
5.
Mohammad Mahfud MD
6.
Muhammad Alim
7.
Achmad Sodiki
8.
Arsyad Sanusi
9.
Akil Mochtar
BAB III
Kesimpulan
Dalam kehidupan sebagai warga negara di Indonesia, kita tidak lepas dari
sejarah serta hal-hal yang mengatur kehidupan kita seperti Undang-Undang serta
sistem pemerintahan di Indonesia. Konstitusi dan UUD 1945 sebagai dasar hukum
yang berlaku di Indonesia, Pancasila sebagai Paradigma dalam seluruh aspek
kewarganegaraan, dan juga Geopolitik sebagai pertahanan bagi keutuhan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyanto. 2005.
Kewarganegaraan. Jakarta : Erlangga.
http://www.pustakasekolah.com/pengertian-konstitusi.html
Prof. DR. H. Kaelan, M.S. dan Drs. H. Ahmad Zubaidi,
M. Si. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan utuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta :
Penerbit Paradigma Yogyakarta..
Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
NAMA : RACHMAWATY RUSLY
15101038
MANAJEMEN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar