Supremasi Hukum
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
sudah memberi taufik, hidayah, serta inayahnya sehingga kita semua masih bisa
beraktifitas sebagaimana biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga penulis
dapat menyelesaikan kewarganegaraan dengan judul “ Supremasi Hukum Sebagai
Pilar "
konsep masyarakat mulai dari pengertian, karakteristik
dan ciri-ciri serta pilar penegak masyarakat yang diantaranya adalah supremasi
hukum yang disajikan di dalam bentuk tugas. tugas ini disusun agar supaya para
pembaca dapat menambah wawasan serta memperluas ilmu pengetahuan yang ada
mengenai masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh
pemerintah yang sedang berkuasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan
kita dengar dalam setiap pemberitaan , baik melalui media elektronik maupun
media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi
di Indonesia yang ketika Orba masih berkuasa, yakni penindasan
terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil penguasa dengan alasan
pembangunan. Atau juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers
dengan adanya pemberedalan beberapa media masssa oleh penguasa, serta
pembantaian para ulama (kyai) dengan dalil dukun santet sekitar tahun 1999 yang
dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini merupakan
bagian kecil dari fenomena kehidupan yang sangat tidak menghargai terhadap
posisi rakyat (civil) di hadapan penguasa dan bagian dari fenomena kehidupan
yang tidak menghargai kebebasan berserikat dan berpendapat.
Kemungkinan akan adanya kekuatan masyarakat sebagai
dari komunitas bangsa ini akan menghantarkan pada sebuah wacana yang saat ini
sedang berkembang, yakni Masyarakat madani. Masyarakat madani muncul bersamaan
dengan proses modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari
masyarakat feudal menuju masyarakat barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan
istilah civil society. Dalam tradisi Eropa (sekitar pertengahan abad
XVIII), pengertian civil society diangggap sama dengan pengertian negara
(state) yakni suatu kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok
masyarakat lain. Akan tetapi pada paruh abad XVIII, terminology ini mengalami
pergeseran makna. State dan civil society dipahami sebagai dua buah
entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan social (social
formation) dan perubahan-perubahan struktur politik di eropa sebagai pencerahan
(enlightenment) dan modernisasi dalam menghadapi persoalan duniawi (AS Hikam,
1999).
1.2 Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dari penulisan,
1.
Apa saja karakteristik, cirri-ciri dan pilar
penegak masyarakat madani?
2.
Apakah yang dimaksud dengan supremasi hukum?
3.
Bagaimana penerapan masyarakat madani di Indonesia
1.3 Tujuan
1.
Memahami tentang karakteristik, cirri-ciri dan pilar
penegak masyarakat madani.
2.
Memahami yang dimaksud dengan supremasi hukum.
3.
Mengetahui tentang penerapan masyarakat madani di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Konsep Masyarakat Madani Istilah masyarakat Madani
sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademi di Indonesia
belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal
dengan sebutan Civil Society". Sebab, "masyarakat Madani",
sebagai terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani.
Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh
Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun
istilah ini mengalami perkembangan pengertian. Kalau Cicero memahaminya identik
dengan negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga
masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan sosial"
(seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan
kelompk intelektual) serta organisasi sipil dari semua kelas (seperti ahli
hukum, wartawan, serikat buruh dan para perusahaan) berusaha menyatakan diri
mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka
sendiri dan memajukkan pelbagai kepentingan mereka. Secara ideal masyarakat
madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan
dengan negara, melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan
masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan
(pluralisme)
Dalam mendefinisikan tema masyarakat madani sangat
bergantung pada kondisi social cultural suatu bangsa, kareana bagai mana pun
konsep masyarakat madani merupakan bangunan tema terakhir dari sejarah bangsa
Eropa Barat.Sebagai titik tolak, disini dikemukakan beberapa definisi
masyarakat madani menurut para ahli:
1. Definisi yang
dikemukakan oleh Zbigniew Rew dangan latar belakang kajiannya pada kawasan
Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa yang di maksud masyarakat
madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang
dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain
guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Maka yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh keluarga dan
kekuasaan Negara.
2. Oleh Han-Sung-Joo ia
mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang
melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu. Perkumpulan suka rela yang
terbatas dari Negara suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi isu-isu
politik. Gerakan warga Negara yang mampu mengendalikan diri dan indenpenden,
yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi
indentitas dan solidaritas yang terbentuk pada akhirnya akan terdapat kelompok
inti dalam civil society.
3. Oleh Kim Sun
Hyuk ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu
satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun
dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
Secara global dari ketiga batasan di atas dapat
ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyrakat madani adalah sebuah
kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa
dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya
lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan
publik.
4. Menurut Komaruddin
Hidayat, dalam wacana keislaman di Indonesia, adalah Nurcholish Madjid yang
menggelindingkan istilah "masyarakat madani" ini, yang spirit serta
visinya terbakukan dalam nama yayasan Paramadinah (terdiri dari kata
"para" dan "madinah", dan atau "parama" dan
"dina"). Maka, secara "semantik" artinya kira-kira ialah,
sebuah agama (dina) yang excellent (paramount) yang misinya ialah untuk
membangun sebuah peradaban (madani).
Dalam perkembangannya, di
Indonesia term civil society mengalami pernerjemahan antara lain:
Pertama, Masyarakat Madani.
Konsep ini digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah Festifal Istiqlal 26 September
1995 di Jakarta. Menurutnya, masyarakat madani adalah kelompok masyarakat yang
memiliki peradaban maju. Terjemahan makna ini diikuti cendekiawan Indonesia
seperti Nurcholis majid, M.Dawam Rahardja, Azyumardi Azra dan sebagainya.
Masyarakat madani (civil society) adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat
yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban serta menghargai akan
adanya pluralisme (kemajemukan).
Kedua. Masyarakat Sipil.
Istilah ini dikemukakan Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat masyarakat
dan negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru dan lebih
baik.
Ketiga, Masyarakat
Kewargaan. Konsep ini digulirkan M.Ryas Rasyid yang menyatakan bahwa masyarakat
kewargaan merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga negara
sebagai bagian integral negara yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan
dan kemajuan negara (state).
Keempat, Civil Society.
Konsep ini digulirkan M.AS. Hikam yang menyatakan civil society adalah
nilai-nilai kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain: kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self-generating) dan keswadayaan
(self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitan
dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Dengan mencermati beberapa pendapat
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani atau civil society
adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi,
demokrasi dan berkeadaban serta menghargai akan adanya pluralisme
(kemajemukan).
2.2 Karakteristik dan Ciri - Ciri Masyarakat Madani
Penyebutan karakteristik masyarakat madani dimaksudkan
untuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana masyarakat madani
diperlukan prasyarat-prasyarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan
masyarakat madani. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau
hanya menjadi salah satunya saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang
integral menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi masyarakat madani.
Karakteristik tersebut antara lain adalah Ruang Publik yang Bebas, Demokratis,
Toleransi, Pluralisme, Keadilan Sosial dan Berkeadaban.
1. Free public sphere
(ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat,
berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik. Sebagai sebuah
prasayarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam
sebuah tatan masyarakat, maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang
harus dipenuhi, karena akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan
warga Negara dalam menyalurkan aspirasinya.
2. Demokratisasi, yaitu
proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Demokrasi
merupakan prasyarat yang banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan demokrasi
merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani. Penekanan
demokratis disini dapat mencakup bentuk aspek kehidupan, seperti social,
budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
3. Toleransi, yaitu
sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan
oleh orang/kelompok lain. Toleransi memungkinkan adanya kesadaran untuk
menghargai serta menghormati pendapat yang dikemukakan oleh kelompok lainnya
yang berbeda. Azyumardi juga menyebutkan bahwa masyarakat madani bukan hanya
sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Masyarakat ini mengacu juga pada yang
berkualitas dan civility.civilitas yakni kesediaan induvidu – individu untuk menerima
pandangan – pandangan politik dan sikap social yang berbeda – beda.
4. Pluralisme, yaitu
sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan
sikap tulus. Menurut Nurcholis Madjid, konsep inimerupakan prasyarat bagi tegaknya
masyarakat madani. Menurutnya pluralism yaitu pertalian sejati kebhinekaan
dalam ikatan – ikatan keadaban (genuine engagement ofdiversities within
the bonds of civility). Bahkan juga suatu keharusan bagi keselamatan umat
manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and
balance).
5. Keadilan sosial
(social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan kewajiban,
serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya. Keadilan dimaksud untuk
menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proposional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga Negara. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang
sama dalm memperoleh kebijakan – kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa (
pemerintah).
6. Partisipasi sosial,
yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi,
ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7. Supremasi hukum,
yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
8. Sebagai pengembangan
masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan.
9. Sebagai advokasi bagi
masyarakt yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan.
10. Pilar Penegak Masyarakat Madani
Pilar penegak masyarakat madani adalah
institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan masyarakat
madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan
masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan Partai Politik.
Adapun ciri-ciri dari masyarakat madani yaitu sebagai
berikut:
Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan
yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternatif.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
2.3 Pilar Penegak Masyarakat Madani
Yang dimaksud dengan pilar masyarakat madani adalah
institusi-institusi yang menjadi bagian dari sosial control yang berfungsi
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakkan masyrakat
madani, pilar-pilar tersebut menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya
kekuatan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut antara lain adalah:
1. Lembaga Swadaya
masyarakat
adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya
masyrakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan masyarakat yang tertindas.
2. Pers
Pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan
masyarakat madani, karena kemungkinannya dapat mengkiritis dan menjadi bagian
dari sosial control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai
kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
3. Supremasi Hukum
Yang dimaksud dengan supremasi hukum adalah
menempatkan hukum sebagai kekuasaan yang tertinggi sedemikian rupa sehingga
pemerintah dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good
governance).
4. Partai politik
Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara
untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga
Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat
madani.
2.4 Supremasi Hukum
Supremasi hukum dari segi istilah mempunyai arti bahwa
suatu negara yakni negara hukum yang di dalamnya hukum diperlakukan sebagai
penguasa atau panglima. Penempatan hukum dalam posisi supremasi, mengandung
pengertian bahwa hubungan antara penguasa dan warga negara serta hak, kewajiban
dan tanggungjawab masing-masing haruslah dilaksanakan dengan penuh
tanggungjawab sebagaimana yang telah dituangkan di dalam aturan hukum, baik di
dalam aturan hukum tertulis berupa peraturan perundangan maupun hukum yang
tidak tertulis.
Menurut Lawrence M. Friedman ada hambatan dalam
mewujudkan supremasi hukum yaitu dari sistem hukum, menururnya bahwa sistem
hukum dalam arti luas terdiri dari tiga komponen yaitu komponen substansi hukum
(legal substance), komponen struktur hukum (legal structure), dan komponen
budaya hukum (legal culture). Substansi hukum (legal substance) adalah
aturan-aturan dan norma-norma aktual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga,
kenyataan, bentuk perilaku dari para pelaku yang diamati di dalam sistem.
Struktur hukum (legal structure) merupakan batang tubuh, kerangka, bentuk abadi
dari suatu sistem dengan wujud utamanya adalah lembaga-lembaga pembentuk dan
penegak hukum berikut sumber daya manusianya. Budaya hukum (legal culture)
merupaan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan
pendapat tentang hukum. Dalam perkembangannya Friedman menambahkan pula
komponen yang keempat, yang disebutnya komponen dampak hukum (legal impact)
yaitu dampak dari suatu keputusan hakim. Komponen dampak ini terutama berkaitan
dengan kondisi-kondisi yang ingin diwujudkan atau dicapai melalui pembentukan
dan pemberlakuan suatu produk hukum, terkait dengan fungsionalisasi hukum
sebagai sarana rekayasa sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Rescue Pound.
2.5 penerapan masyarakat madani di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan
segalanya mulai dari budaya,agama,suku dan ras serta terkenal akan
keramah-tamahannya, di tengah pluralitas yang banyak kita jumpai saat ini,
Indonesia berupaya untuk menerapkan model masyarakat yang ideal yaitu
masyarakat madani guna mewujudkan masyarakat yang adil, terbuka, dan
demokratif, dengan landasan ketaqwaan kepada Tuhan seperti yang banyak
diwacanakan oleh para akademisi hingga decision maker.
Banyak pihak yang menganggap bahwa negara Indonesia
akan mampu untuk menerapkan model masyarakat madani ini. Akan tetapi upaya
penerapan model masyarakat demikian tidaklah semudah dalam bayangan, banyak
aspek yang harus diperhatikan untuk mewujudkan sebuah kondisi masyarakat yang
ideal.
Masyarakat Indonesia saat ini bisa dikatakan telah memiliki
kemampuan dalam berkreatifitas dan berinovasi, mengingat telah
diterapkannya nilai-nilai demokrasi pasca runtuhnya rezim orde baru. Selain
itu, masyarakat Indonesia dewasa ini juga memiliki berbagai macam
perspektif dalam menyikapi permasalahan negara. Hanya saja, masyarakat
Indonesia saat ini cenderung lebih mementingkan kepentingan individunya,
ketidakmampuan masyarakat kita dalam menyeleksi masuknya budaya asing juga
menjadi salah satu penghambat negara kita untuk dapat mengaplikasikan model masyarakat
madani.
Sangat sulit menemui suatu daerah
yang seratus persen masyarakatnya terpenuhi kebutuhan dasarnya. Masih
banyaknya fenomena kaum miskin, tunagrahita, dan kriminalisasi, sedikit banyak
menunjukkan bahwa negara kita masih belum cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan
dasar masyarakatnya. Disamping itu kesulitan negara dalam menyelenggarakan
pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial
berjalan secara produktif, bersih, dan berkeadilan sosial juga menjadi sebuah pernyataan
bahwa model masyarakat madani belum relevan untuk diaplikasikan di Indonesia.
Wacana mewujudkan masyarakat ideal, seperti halnya masyarakat madinah yang
hidup pada masa Rasulullah SAW, hanyalah sebuah realitas imajinatif. Yaitu
sebuah realitas yang hanya ada dalam bayangan atau angan-angan. Masih banyak
hal yang perlu dibenahi dan diperbaiki oleh negara kita dan juga masyarakatnya.
Kendala Bangsa Indonesia Menuju Masyarakat Madani
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Masih rendahnya
minat partisipasi warga masyarakat terhadap kehidupan politik Indonesia dan
kurangnya rasa nasionalisme yang kurang peduli dengan masalah masalah yang
dihadapi negara Indonesia
b. Masih kurangnya sikap
toleransi baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun beragama
c. Masih kurangnya
kesadaran Individu dalam keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara
hak dan kewajiban
d. Kualitas SDM yang
belum memadai karena pendidikan yang belum merata
e. Masih rendahnya
pendidikan politik masyarakat
f. Kondisi ekonomi
nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
g. Tingginya angkatan
kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
h. Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
i. Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Mayarakat madani dipahami sebagai kemandirian
aktivitas warga masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan
sosial" (seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok
keagamaan, dan kelompok intelektual) serta organisasi sipil dari semua kelas
(seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan) berusaha menyatakan
diri mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri
mereka sendiri dan memajukkan pelbagai kepentingan mereka.Menyarakat madani
merupakan suatu wujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan
ciri: supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk
bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada
keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri
masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk
Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarahkan semua potensi bangsa berupa
pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, dan militer.
Karakteristik masyarakat madani diperlukan
persyaratan-persyaratan yang menjadi nilai universal dalam penegakkan
masyarakat madani. Diantaranya yaitu ruang publik yang bebas, demokratisasi, toleransi,
pluralisme, keadilan social, partisipasi social, dan supremasi hukum.
Masyarakat madani juga harus mempunyai pilar-pilar penegak, karena berfungsi
sebagai mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Untuk membentuk masyarakat madani faktor yang sangat
berpengaruh adalah adanya supremasi hukum. Dengan meletakkan hukum sebagai
kekuasaan tertinggi maka pemerintah
akan dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dengan baik. Demikian pula
dengan masyarakat yang taat kepada hukum juga akan membantu pelaksanaan program
pemerintah dengan baik pula. Setelah mencakup seluruh aspek karakteristik
diatas, maka hampir dapat disimpulkan bahwa suatu wilayah / negara telah dapat
dikatakan
Supremasi Hukum
NAMA : RACHMAWATY RUSLY
15101038
MANAJEMEN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar